Minggu, 24 Februari 2013

Parkir, Rekayasa Lalu Lintas, Persimpangan


PARKIR

Kendaraan tidak mungkun bergerak terus menerus, pada saatnya harus berhenti sementara atau berhenti lama ( parker ), yaitu kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara ( PP no.43 Th. 1993 ). Fasilitas parkir harus tersedia di tempat tujuan ( perkantoran, perbelanjaan, tempat hiburan atau rekreasi dan lain-lain ) dan dirumah ( berupa latar parkir ). Apabila tidak tersedia, maka ruang jalan akan menjadi tempat parkir.
           
Perparkiran telah menimbulkanpersoalan pelik dibanyak kota besar karena keterbatasan ruang kota. Meskipun demikian, perparkiran justru dapat dimanfaatkan sebagai peluang dan potensi atau salah satu alat pengelola perlalulintasan kota. Dibanyak kota besar di Eropa, banyak pemilik kendaraan pribadi lebih suka menggunakan pelayanan AUP karena kebijakan tarif parkir yang tinggi.
           
Keadaan fasilitas parkir ( peralatan atau gedung ) dikawasan tertentu dalam kota, menyebabkan jalan menjadi tempat parkir, yang berarti mengurangi lebar efektif jalan dan dengan sendirinya menurunkan kapasitas ruas jalan yang bersangkutan. Akibat selanjutnya kemacetan lalu lintas.
           
Perparkiran berkaitan erat dengan kebutuhan ruang, sedangkan sediaan ruang terutama di daerah perkotaan sangat terbatas bergantung pada luas wilayah kota, tata guna lahan, dan dibagian wilayah kota yang mana. Bila ruang parkir dibutuhkan di wilayah pusat kegiatan, maka sedia lahan merupakan masalah yang sangat sulit, kecuali dengan mengubah sebagian peruntukannya.
           
Setiap perilaku lalu lintas mempunyai kepentingan yang berbeda dan menginginkan fasilitas parkir sesuai dengan kepentingannya. Keinginan para pemarkir patut diperhatikan oleh penyedia parkir dalam merencanakan dan merancang fasilitas parkir. Selain itu, lokasi tempat parkir dengan tempat yang dituju harus berada dalam jarak yang dijangkau dengan berjalan kaki, karena kebutuhan tempat parkir dan fungsi dari kegiatan. Makin terhimpun kegiatan disuatu tempat seperti halnya di pusat kegiatankota, makin besar pula kebutuhan akan tempat parkir.

Tabel 1 Keinginan akan sarana parkir
PELAKU LALU LINTAS
KEINGINAN
Perseorangan (pemarkir)
Bebas, mudah mencapai tempat tujuan
Pemilik took (pemarkir)
Mudah bongkar-muat, menyenangkan pembeli
Kendaraan umum
Dikhususkan/terpisah supaya aman untuk naik-turun penumpang mudah keluar-masuk agar dapat menepati jadwal perjalanan
Kendaraan barang
Mudah bongkar-muat, bisa parkir berjejer bila perlu
Kendaraan yang bergerak
Bebas parkir, tanpa hambatan
Pengusaha parkir (pemarkir)
Parkir, bebas, pelataran, selalu penuh, frekuensi parkir tinggi
Ahli perlalu lintas
Melayani setiap pengguna jalan, mengusahakan kelancaran lalu lintas

Dengan demikian pengendalian parkir di jalan mempunyai banyak dimensi tujuan, yaitu antara lain :
1.       Mengurangi kemacetan lalu lintas
2.       Meningkatkan kapasitas ruang jalan
3.    Mendayagunakan fasilitas parkir di luar jalan, besar tarif harus mampu bersaing dengan tarif parkir di jalan
4.     Mempengaruhi orang agar menggunakan kendaraan umum untuk bepergian kemana saja, hal ini harus dibarengi dengan upaya meningkatkan keandalan, keamanan dan kenyamanan kendaraan umum
5.     Mengelola perlalulintasan
6.  nghasilkan uang sebagai pendapatan asli daerah, karena perparkiran dapat menghasilkan uang cukup banyak

 Parkir Dan Transportasi

 Dalam mengusahakan agar mendapat operasional yang lebih efisien, setiap modal transportasi pada dasarnya terdiri dari tiga elemen utama yaitu kendaraan, sarana lintasan dan terminal. Penerapan dalam transportasi jalan raya adalah kendaraan, jalan raya dan parkir atau fasilitas muat baik barang maupun orang. Setelah kendaraan dipakai sampai ke tempat tujuan maka kendaraan membutuhkan suatu tempat pemberhentian tidak bisa diperoleh maka penggunaan kendaraan menjadi tidak bermanfaat sepenuhnya.
           
Pada umumnya kenaikan pemilik kendaraan akan menimbulkan peningkatan permintaan parkir. Permintaan parkir ini merupakan masalah utama di kota-kota besar karena pemecahan yang siap dipakai belum ada. Maka perlu adanya aturan-aturan yang mengatur penyediaan tempat parkir yang cukup bagi tempat-tempat yang menimbulkan bangkitan perjalanan.

Agar sistem transportasi kendaraan menjadi lebih efisien maka pada tempat-tempat yang dapat membangkitkan pergerakan perjalanan harus menyediakan fasilitas pelayanan parkir yang mencukupi.

Beberapa ahli mengartikan parkir secara berlainan, tetapi mempunyai maksud yang sama, yaitu sebagai berikut :
-        Parkir adalah tempat pemberhentian kendaraan beberapa saat.
-        Parkir adalah tempat memangkalkan /menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan orang/ barang (bermotor maupun tidak bermotor) pada suatu tempat dalam jangka waktu yang lama atau sebentar tergantung keadaan dan kebutuhannya (Undang-undang lalu lintas No. 14/1992)

Keperluan parkir
1.     Kerja
2.     Shooping
3.     Hiburan
4.     Wisata

Dari keempat hal tersebut diatas, parkir untuk shooping merupakan masalah.

 Macam-macam Kendaraan Yang Parkir

Kendaraan yang parkir dibedakan menurut tenaga pergeraknya (Undang-undang lalu lintas No. 14/1992), yaitu :
1.     Kendaraan bermotor
a.    Kendaraan pribadi
-       Beroda empat
-       Beroda dua (sepeda motor)
b.    Kendaraan umum
-       Bis kota
-       Angkutan kota non bis
-       Truk barang
2.     Kendaraan tidak bermotor
a.    Kendaraan pribadi
-       Sepeda
b.    Kendaraan umum
-       Becak
-       Dokar
-       Gerobak

Kapasitas parkir
a.     Statis : berdasarkan daya tumpang luasan parkir yang ada : index parkir
b.     Dinamis : berdasarkan daya tampung untuk suatu satuan waktu, jadi tidak hanya didasarkan pada daya tamping luasan parkir, tetapi juga turn over parking dan durasi parkir

Kapasitas Dinamis
1.     Dapat berubah-ubah
2.     Peningkatan kapasitas dinamis
-     Pembatasan waktu parkir
-     Tariff parkir berdasarkan waktu
-     Demand management : supaya pengunjung tidak dating pada waktu yang bersamaan.

 Cara Parkir

Cara parkir dapat dibedakan sebagai berikut :
1.     Menurut penempatannya terdapat dua cara penataan parkir (Josep de Chiara & Lee Koppelman,1994), yaitu :
a.    Parkir ditepi jalan ini mengambil tempat disepanjang jalan dengan atau tanpa melebarkan jalan untuk pembatas parkir. Jenis parkir ini baik untuk pengunjung yang ingin dekat dengan tempat tujuannya. Tetapi untuk lokasi dengan intensitas lahan yang tinggi, cara ini kurang menguntungkan.
Bila ditinjau dari posisi parkir dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.    Parkir sejajar dengan sumbu jalan’
2.    Parkir bersudut 300, 450 dan 600 terhadap sumbu jalan,
3.    Parkir tegak lurus sumbu jalan (bersudut 900).
Parkir dengan sudut tegak lurus sumbu jalan maupun menampung kendaraan lebih banyak daripada posisi parkir lainnya, tetapi lebih banyak mengurangi fungsi dari lebar jalan.
b.    Parkir tidak di badan jalan (off street parking)
Cara ini menempati pelataran parkir tertentu di luar badan jalan baik di halaman terbuka atau di dalam bangunan khusus untuk parkir dan mempunyai pintu pelayanan keluar untuk tempat mengambil karcis parkir sehingga dapat diketahui secara pasti jumlah kendaraan yang parkir dan jangka waktu kendaraan parkir.

2.     Menurut Statusnya
a.    Parkir umum
Parkir umum adalah perparkiran yang menggunakan tanah-tanah, jalan-jalan atau lapangan-lapangan yang dimiliki/ dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
b.    Parkir khusus
Parkir khusus adalah perparkiran yang menggunakan tanah-tanah yang dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan oleh pihak ketiga.
c.    Parkir darurat
Parkir adalah perparkiran ditempat-tempat umum, baik menggunakan tanah, jalan atau lapangan milik penguasaan pemerintah daerah atau swasta karena kegiatan isedentil.
d.    Taman parkir
Taman parkir adalah suatu areal bangunan perparkiran yang dilengkapi fasilitas sarana perparkiran yang pengelolaannya diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
e.    Gedung parkir
Gedung parkir adalah bangunan yang dimanfaatkan untuk tempat parkir kendaraan yang penyelenggaraannya oleh Pemerintah Daerah atau pihak ketiga yang telah mendapat ijin dari Pemerintah Daerah.

3.     Menurut jenis kepemilikannya dan pengoperasiannya
Menurut jenis dan pengoperasiannya parkir (Undang-undang lalu lintas No. 14/1992) dapat digolongkan menjadi :
a.    Parkir yang dimiliki dan dikelola oleh swasta,
b.    Parkir yang dimiliki oleh pemerintah daerah tetapi pengelolaannya oleh pihak swasta,
c.    Parkir yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah.

Parkir Ditepi Jalan (On Street Parking)

Parkir di jalan sudah pasti mengurangi kapasitas ruas jalan yang bersangkutan, dank arena itu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Di beberapa Negara diberlakukan beberapa ketentuan, diantaranya : parkir di jalan dikenai tarif dan denda sangat tinggi sehingga pengemudi memarkir kendaraan seperlunya saja, sebelum dikenai denda karena melewati batas waktu, atau parkir di bangunan parkir meskipun tarifnya agak mahal, atau menggunakan kendaraan umum.

Di kawasan pusat kegiatan kota, sirkulasi kendaraan relatif paling banyak dan dengan demikian juga memerlukan fasilitas parkir lebih banyak, sedangkan ruang parkir di jalan sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pemanfaatan ruang parkir secara efisien dengan cara membatasi lamanya parkir dan sistem tariff progresif untuk memaksa parkir seperlunya. Dengan demikian, dapat diperoleh manfaat yang oftimal dari sistem perparkiran.

Persyaratan Parkir di Tepi Jalan untuk Berbagai Tipe Jalan Kota
Tipe Jalan
Kecepatan Min. (Km/jam)
Lebar Badan Jalan (m)
Lokasi Parkir Kendaraan
Lokasi Berhenti Kendaraan
Lebar Perkerasan
Arteri





Primer
60
8
tidak diijinkan
tidak diijinkan
2 x 7 m
2 x 3 m
Sekunder
30
8
dibatasi
dibatasi
2 x 7 m
2 x 3 m
Kolektor





Primer
40
7
dibatasi
dibatasi
2 x 6 m
Sekunder
20
7
dibatasi
dibatasi
2 x 2,5 m
Lokal





Primer
20
6


2 x 3 m
Sekunder
10
5


2 x 2,5 m


Parkir di Luar Badan Jalan (Off Street Parking)

Perparkiran yang ideal adalah parkir di luar badan jalan berupa fasilitas peralatan (taman) parkir atau bangunan (gedung) parkir. Di pusat kegiatan kota yang sangat sulit memperoleh lahan yang cukup luas, fasilitas yang sesuai dengan gedung parkir yang dapat dibangun bertingkat sesuai dengan kebutuhan. Taman parkir maupun gedung parkir memerlukan biaya investasi yang cukup besar, namun pengembaliannya dapat diharapkan tidak terlalu lama dan bisa menjadi lahan usaha.

Survey Parkir
1.     Survey ditempat parkir dengan titik akses tertentu (umumnya off street parking)
2.     Survey ditempat parkir dengan titik akses tidak terbatas (umumnya on street parking)

Survey ditempat parkir dengan titik akses tertentu dilakukan dengan mencatat nomer kendaraan yang masuk/ keluar dengan waktu keluar/ masuk kendaraan tersebut.

Survey ditempat parkir dengan titik akses tidak terbatas
1.     Cocok dilakukan pada tempat parkir di badan jalan,
2.     Wilayah dibagi dalam beberapa zona,
3.     Setiap zona ditempati oleh 1 orang enumerator,
4.     Enumerator berjalan berkeliling dan mencatat nomor kendaraan  yang sedang parkir (cara patroli),
5.     Hal ini dilakukan setiap interval waktu tertentu (misalnya tiap 15 menit, 30 menit, atau 1 jam),
6.     Pencatatan secara manual (mencatat nomor kendaraan pada saat pertama kali terlihat, dan memberi tanda bila terlihat pada interval waktu berikutnya), dengan data logger, atau dengan tape recorder.

Park and Ride
1.     Maksud : penyediaan fasilitas parkir bagi yang akan menggunakan angkutan umum
2.     Kelemahan angkutan umum : tidak dapat “door to door service
3.     P + R mencoba mengatasi masalah tersebut


Larangan parkir ditepi jalan
·           Jalan arteri primer
·           Pada simpang :
-        Sampai jarak 50 meter,
-        Untuk simpang bersinyal : sampai akhir panjang antrian (probabilitas antrian 95%)

Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan parkir
1.     Luas areal total pusat kegiatan,
2.     Luas areal efektif,
3.     Jumlah tempat duduk (gedung bioskop, tempat pertandingan olah raga),
4.     Jumlah kamar/ tempat tidur (hotel/ RS),
5.     Tarif kamar standar (hotel),
6.     Pendapatan perkapita,
7.     Jumlah karyawan/ dosen/ mahasiswa,
8.     Bentuk kegiatan,
9.     Tingkat kegiatan.

Peruntukan Parkir Tetap
1.     Pusat perdagangan,
2.     Pusat perkantoran swasta/ pemerintah,
3.     Pusat perdagangan eceran/ swalayan,
4.     Pasar,
5.     Sekolah,
6.     Tempat rekreasi,
7.     Hotel dan tempat penginapan,
8.     Rumah sakit.

Peruntukan Parkir Tidak Tetap
1.     Bioskop,
2.     Tempat pertunjukan,
3.     Tempat pertandingan olahraga,
4.     Rumah ibadah.


Faktor-faktor Penentu Perencanaan Parkir

Agar dapat digunakan sesuia dengan fungsinya, maka dalam sebuah pengadaan sarana parkir diperlukan perencanaan dan perancangan yang baik. Dalam perencanaan terdapat beberapa factor penentu antara lain :

1.     Fasilitas parkir yang ada
Survey parkir harus meliputi inventarisasi ruang parkir yang tersedia atau yang memungkinkan untuk dikembangkan selanjutnya. Inventarisasi ini harus merinci tipe parkir, apakah di jalan atau diluar jalan, digunakan sepenuhnya atau digunakan sebagian, seperti tertera dibawah ini :
a.    Lokasi dan control
Meliputi parkir di jalan (disisi jalan, unilateral, bilateral, parallel dan parkir miring), parkir diluar jalan, ruang terbuka, ruang tertutup, ramp dan tipe mekanis, tata ruang parkir dan pengaturan masuk dan keluar kendaraan, parkir pribadi atau umum.
b.    Pembatasan waktu
Meliputi lama dan batasan waktu menurut jam bebas dan memakai meteran serta satuan ongkos parkir.
2.     Besaran dalam parkir
a.    Akumulasi parkir
Merupakan jumlah kendaraan yang parkir di suatu tempat pada waktu tertentu, dan dapat dibagi sesuai dengan kategori jenis dan maksud perjalanan. Akumulasi parkir ini akan berkaitan erat dengan beban parkir (jumlah kendaraan parkir) dalam satuan jam kendaraan per periode waktu tertentu.
b.    Volume parkir
Menyatakan jumlah kendaraan yang termasuk dalam beban parkir (yaitu jumlah kendaraan per periode waktu tertentu, biasanya per hari). Waktu yang digunakan kendaraan untuk parkir dalam menitan atau jam-jaman menyatakan lama parkir.
c.    Pergantian parkir (parking turnover)
Menuju tingkat penggunaan ruang parkir dan diperoleh dengan membagi volume parkir dengan ruang parkir untuk periode waktu tertentu.
d.    Indeks parkir
Merupakan umuran yang lain untuk menyatakan tingkat penggunaan panjang jalan dan dinyatakan dalam persentasi ruang yang ditempati oleh kendaraan parkir pada tiap 6 meter yang tersedia di tepi jalan (secara teoritis)
3.     Tata guna tanah dan pembangkit parkir
Permintaan parkir dibangkitkan menurut distribusi dan macam tata guna tanah pada suatu area, bersama-sama dengan tingkat kemudahan yang ada pada berbagai moda transportasi yang bersaing. Penempatan pemilihan tempat parkir mobil yang dibuat sebagai bangunan pelengkapan sebuah gedung atau tempat parkir yang terletak jauh dari gedung dan ukurannya, yang berkaitan dengan bangkitan lalu lintas, tergantung pada kebijakan menyeluruh dari transportasi di daerah tersebut. Parkir mobil dapat ditempatkan pada tempat pergantian moda transportasi dan jalan untuk pejalan kaki, pelayanan perjalanan dan pelayanan bus yang dihubungkan langsung dengan tempat tujuan, tergantung dari jarak dan maksud perjalanan. Berbagai peraturan baku mengenai perparkiran mobil ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, tetapi peraturan-peraturan ini cukup bervariasi dan hanya dapat diterapkan dalam lingkup rencana menyeluruh yang meliputi pula kebijaksanaan tariff.
4.     Analisis kebutuhan parkir dengan selisih terbesar antara kedatangan dan keluaran (maximum accumulation)
Kebutuhan parkir dicari dengan cara mendapatkan akumulasi maksimum dari suatu interval pengamatan. Akumulasi dibuat untuk menentukan puncak parkir pada interval waktu tertentu dimana periode jam puncak harus diketahui. Analisa akumulasi dilakukan dengan perhitungan kendaraan yang bergerak masuk dan keluar yang dilakukan terus menerus, cara ini memerlukan data jumlah kendaraan pada fasilitas diawali perhitungan dan pengecekan jumlah kendaraan yang tersisa akhir perhitungan agar didapat keakuratan dari perhitungan.

  
REKAYASA LALU LINTAS

Rekayasa lalu lintas  adalah salah satu cabang dari teknik sipil yang menggunakan pendekatan rekayasa untuk mengalirkan lalu lintas orang dan barang secara aman dan effisien dengan merencanakan, membangun dan mengoperasikan geometrik jalan, dan dilengkapi dengan rambu lalu lintas, marka jalan serta alat pemberi isyarat lalu lintas.

Di dalam memecahkan permasalahan lalu lintas, para pakar lalu lintas perlu mengenali 3 komponen yaitu jalan, kendaraan dan pelaku perjalanan. Mengenali masalah lalu lintas yang terjadi dengan mengumpulkan informasi geometrik jalan, besarnya arus lalu lintas, kecepatan lalu lintas, hambatan/tundaan lalu lintas, data kecelakaan lalu lintas dan karakteristik pelaku perjalanan. Seluruh data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk kemudian direncanakan usulan perbaikaan geometrik, pembangunan fasilitas pengaman jalan, pemasangan rambu lalu lintas, marka jalan atau melakukan pembatasan gerakan lalu lintas tertentu.

Perbaikan geometrik dapat berupa pelebaran jalan, perubahan radius tikung, pembangunan pulau-pulau lalu lintas, mengurangi tanjakan, membangun jalur rangkak pada tanjakan yang tinggi, memberikan perioritas bagi angkutan umum seperti Busway dan berbagai langkah lainnya.

 Permasalahan Lalu Lintas

 

Permasalahan lalu lintas biasanya tumbuh lebih cepat dari upaya untuk melakukan pemecahan permasalahan transportasi sehingga mengakibatkan permasalahan menjadi bertambah parah dengan berjalannya waktu. Untuk bisa memecahkan permasalahan lalu lintas perlu diambil langkah-langkah yang berani atas dasar kajian dan langkah-langkah yang pernah dilakukan dikota-kota lain.


Kemacetan Lalu Lintas


Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya yang ditandai dengan menurunnya kecepatan perjalanan dari kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah lalu lintas kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan merupakan permasalahan yang umum terjadi dan banyak terjadi di kota-kota besar yang pada gilirannya mengakibatkan kota menjadi tidak efisien dan bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kemacetan ini disebabkan beberapa permasalahan:

 


Rasio Infrastruktur Transportasi Dengan Luas Lahan


Bila dibandingkan dengan kota-kota dunia, kota-kota di Indonesia mempunyai rasio infrastruktur transportasi dengan luas lahan yang cenderung rendah, sebagai contoh, Jakarta hanya memiliki ratio sebesar 6 persen sedangkan kota-kota di Amerika Utara berkisar diantara 25-35 persen di Eropah berkisar antara 15 persen sampai 25 persen. Padahal jumlah kendaraan per kapita juga sudah sangat tinggi sehingga kemacetan merupakan salah satu permasalahan di kota-kota besar Indonesia.

  

Geometrik Jalan Yang Tidak Memenuhi Persyaratan


Masih banyak ditemukan jalan dengan kualitas geometrik yang tidak memenuhi persyaratan, keadaan ini mendorong tingginya angka kecelakaan serta berbagai permasalahan lainnya. Permasalahan yang terkait geometik antara lain meliputi:
1.     rancang bangun ruas jalan atau persimpangan yang tidak memenuhi persyaratan karena radius tikung, jarak pandang bebas, Jarak pandang menyiap yang tidak memenuhi persyaratan
2.     ruas jalan yang tidak memiliki bahu, tidak cukup lebar sehingga dapat membahayakan pengguna
3.     drainase yang tidak direncanakan dengan baik
4.     konstruksi dan perawatan yang tidak dilakukan dengan baik, sehingga banyak kerusakan yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
5.     pemasangan rambu dan marka yang tidak dilakukan dengan baik.

 


Jaringan Jalan Yang Tidak Memadai

 
1.     Jaringan jalan untuk kendaraan
Jaringan jalan terutama di kawasan perkotaan yang tidak memiliki konsep jaringan yang memadai yang mengakibatkan pilihan rute menuju suatu kawasan terbatas sehingga beban jalan-jalan tertentu menjadi sedemikian padatnya. Hal ini diperparah dengan jumlah kendaraan yang sangat tinggi, sebagai contoh panjang jalan untuk setiap kendaraan di Jakarta hanya mencapai 1,17 m, sehingga kalau kendaraan disusun bumper to bumpertidak akan mencukupi panjang jalan yang ada DKI Jakarta, dan kalau menggunakan kriteria lainnya yaitu panjang jalan per kapita hanya 0,88 m, angka yang kecil kalau dibandingkan dengan kota-kota lain didunia (kota-kota di Eropah berkisar 2,5 m/kapita dan kota-kota Amerika Utara berkisar 5 m/kapita).
2.     Jaringan jalan bagi pejalan kaki
Fasilitas pejalan kaki umumnya tidak mendapat perhatian yang cukup oleh pemerintah daerah, dan kalaupun fasilitas pejalan kaki tersedia tidak didukung dengan standar desain yang baik sehingga tidak bisa digunakan oleh pngguna yang berkebutuhan khusus baik yang menggunakan kursi roda maupun yang penderita yang buta. Keadaan ini diperparah lagi oleh pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar ataupun digunakan untuk kendaraan parkir. Permasalahan lain yang terkait dengan pejalan kaki adalah kurangnya fasilitas penyeberangan yang dikendalikan didaerah pusat kota, ataupun ketidak patuhan pemakai kendaraan bermotor untuk tiodak memberikan perioritas terhadap pejalan kaki.

 


Tata Ruang Yang Tidak Terkendali


Permasalahan lainnya yang besar adalah tata ruang yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan berbagai permasalahan, diantaranya jalan yang tidak teratur terutama dikawasan pemukiman dan terkadang didaerah yang kumuh gang-gang yang ada sedemikian sempitnya sehingga bila terjadi kebakaran sulit untuk dimasuki mobil pemadam kebakaran.

 


Pertumbuhan Kendaraan Yang Sangat Tinggi


Pertumbuhan pemilikan kendaraan pribadi yang sangat tinggi antara 8 sampai 13 persen setahun yang pada gilirannya digunakan di jalan sehingga bebabn jaringan jalan menjadi semakin berat. Tingkat pemilikan kendaraan dikota-kota besar sudah mencapai angka 300 an kendaraan per 1000 orang, suatu angka yang sangat tinggi. Pemilikan kendaraan pribadi ini didominasi oleh sepeda motor dengan pangsa hampir sebesar 80 persen. Angka pemilikan kendaraan yang tinggi ini pada gilirannya mengakibatkan permasalahan parkir yang cukup serius dengan serinnya dilakukan pelanggaran parkir.

 


Tidak Memadainya Pelayanan Angkutan Umum


Angkutan umum yang tidak memadai mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi. Permasalahan pelayanan angkutan umum yang dihadapi pemerintah daerah khususnya dikawasan perkotaan diantaranya adalah:
·           Pada trayek-trayek tertentu jumlah bus yang melayani angkutan tidak mencukupi, khususnya pada saat permintaan puncak, tapi pada trayek lainnya terkadang sangat melebihi kebutuhan sehingga pada gilirannya untuk mempertahankan operasi operator menterlantarkan kualitas pelayanan,
·           Ukuran kendaraan tidak sesuai dengan permintaan yang ada, di banyak kota pelayanan angkutan pada koridor utama dengan permintaan yang tinggi dilayani dengan angkutan umum ukuran kecil/angkot yang kapasitas angkutnya hanya pada kisaran 10 orang.
·           Kualitas angkutan yang sangat tidak memadai
·           Jadual yang tidak teratur
·           Fasilitis perhentian yang tidak memadai, atap bocor, tidak dilengkapi dengan informasi jaringan angkutan umum yang melewati perhentian tersebut, tidak dilengkapi dengan jadual.

 

 

Pelanggaran Ketentuan Lalu Lintas


Pelanggaran ketentuan lalu lintas yang dilakukan masyarakat kian tambah memprihatikan dari tahun ke tahun yang pada gilirannya akan mengakibatkan peningkatan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal ataupun luka-luka yang tidak sedikit. Disamping itu ketidak tertiban juga akan mengganggu kelancaran lalu lintas yang akan menurukan kecepatan perjalanan. Untuk meningkatkan ketertiban masyarakat perlu dipelajari dan dipetakan kembali profil pelanggaran yang dilakukan masyarakat termasuk juga pelanggaran yang dilakukan oleh petugas. Pengamatan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat:
1.     Tingginya pelanggaran terhadap batas kecepatan yang seolah-olah tidak ada batasan kecepatan yang diberlakukan hal ini terutama menjadi masalah pada jalan yang lalu lintas sedang sepi
2.     Tingginya pelanggaran pada persimpangan yang dikendalikan lampu lalu lintas khususnya didaerah pingiran kota. Pelanggaran terutama tinggi dilakukan oleh pengendara sepeda motor, pengemudi angkutan umum khususnya angkot. Pelanggaran lain yang juga terjadi bahwa pengemudi tetap masuk persimpangan pada saat lampu sudah berubah menjadi merah dan kadang bila lalu lintas didepannya macet pengemudi akan menghambat lalu lintas yang mendapatkan lampu hijau dan akhirnya persimpangan akan terkunci.
3.     Tidak berjalannya aturan penggunaan persimpangan perioritas atau bundaran lalu lintas, pelanggaran ini pada gilirannya mengakibatkan persimpangan terkunci. Memang pengertian masyarakat tentang hak menggunakan persimpangan masih sangat rendah terutama pada persimpangan yang dilengkapi dengan rambu beri kesempatan ataupun rambu stop.
4.     Pelanggaran jalur yang dilakukan oleh pengguna jalan dengan berjalan menggunakan jalur lawan pada jalan-jalan yang dipisah dengan median ataupun jalan satu arah. Pelanggaran ini terutama dilakukan oleh pengguna sepeda motor.
5.     Pelanggaran terhadap penggunaan jalan, khususnya dijalur khusus bus yang lebih dikenal sebagai Busway.
6.     Pelanggaran tertib penggunaan perangkat keselamatan seperti helm dan sabuk keselamatan yang cenderung masih tinggi terutama di kawasan pinggiran kota.

 

 

Kecelakaan Lalu Lintas


Angka kecelakaan di Indonesia cenderung cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean. Berbagai langkah perlu dilakukan untuk bisa mengendalikan angka kecelakaan tersebut. Faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah:
1.     Jaringan pelayanan yang tidak memadai
2.     Integrasi pelayanan yang menyangkat integrasi phisik/tempat perpindahan, jadwal dan tiketing yang belum optimal
3.     Subsidi angkutan umum tidak dikelola dengan baik


Faktor Manusia


Faktor manusia merupakan penyebab kecelakaan yang paling besar, bisa mencapai 85 persen dari seluruh kejadian kecelakaan. Hampir seluruh kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangan tentang lalu lintas dan angkutan. Faktor manusia berupa keahlian yang tidak memadai dalam menjalankan kendaraan, kesalahan menginterprestasikan aturan, pengemudi sedang mabuk atau sakit, atau terkadang sengaja melakukan pelanggaran karena ingin lebih cepat sampai di tujuan dengan mengemudikan kendaraan lebih cepat dari ketentuan atau sengaja melanggar lampu lalu lintas dan berbagai penyebab lainnya.

 


Faktor Kendaraan


Faktor kendaraan diantaranya yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler.

 


Faktor Jalan


Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, kemiringan permukaan jalan (super elevasi jalan),pagar pengaman di daerah pegunungan, tidak adanya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan, tidak memadainya bahu jalan fasilitas pejalan kaki yang sering diabaikan atau tidak tersedia. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.

 


Faktor Cuaca


Faktor Cuaca seperti hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan

Jumlah kecelakaan lalu lintas yang tercatat di Kepolisian Republik Indonesia ditunjukkan dalam gambar berikut:
  

Manajemen Lalu Lintas Yang Tidak Optimal


Dengan segala permasalahan kemacetan lalu lintas dan angka kecelakaan yang tinggi menjadi lebih parah kalau tidak didukung dengan manajemen lalu lintas untuk mengurangi angka kecelakaan, mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan, meningkatkan efisiensi sistem transportasi.

 

 

Pencemaran Lingkungan


Masalah pencemaran merupakan[2] suatu masalah yang sangat perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak untuk dapat menanggulangi akibat buruk yang terjadi karena pencemaran, bahkan sedapat mungkin untuk dapat mencegah jangan sampai terjadi pencemaran lingkungan.
Salah satu dampak negatif sebagai akibat performansi lalu lintas yang jelek, bahan bakar yang buruk serta teknologi kendaraan yang sudah ketinggalan akan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Dampak pencemaran lingkungan ini berupa:
1.     Emisi gas buang yang berupa gas dan partikel beracun seperti, gas CO, HC, NOx, Benzen dan berbagai gas lainnya serta berbagai partikel seperti senyawa karbon lepas, timbal dan berbagai partikel lainnya.
2.     Emisi gas rumah kaca, yang saat ini dianggap sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim. Peran gas rumah kaca dari sektor transportasi berada pada kisaran 15 sampai 20 persen yang merupakan angka yang tidak kecil.

  
MARKA JALAN

Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.


Pengelompokan Marka

Marka membujur adalah tanda yang sejajar dengan sumbu jalan. Marka membujur yang dihubungkan dengan garis melintang yang dipergunakan untuk membatasi ruang parkir pada jalur lalu lintas kendaraan, tidak dianggap sebagai marka jalan membujur.

Berikut beberapa contoh marka :

   Marka putus-putus                                       Marka utuh

  Marka putus-putus                                      Marka putus-putus dan utuh
         menjelang marka utuh
Marka Melintang

Marka melintang adalah tanda yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, seperti pada garis henti di Zebra cross atau di persimpangan
                                                              



Garis henti


Marka Serong

Marka serong adalah tanda yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.

Marka cevron


Marka Lambang
Marka lambang adalah tanda yang mengandung arti tertentu untuk menyatakan peringatan, perintah dan larangan untuk melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh rambu lalu lintas atau tanda lalu lintas lainnya.



 





Marka panah                                                   Marka tulisan


Bahan Marka Jalan

A.     Marka Non-Mekanik

Marka jalan merupakan campuran antara bahan pengikat, pewarna, dan bola kaca kecil yang berfungsi untuk memantulkan cahaya/sinar lampu agar marka dapat terlihat dengan jelas pada malam hari. Bahan dapat dikelompokkan atas :
1.   Cat, biasanya merupakan marka jalan yang dapat dengan cepat hilang, sehingga hanya baik digunakan pada bagian jalan yang jarang dilewati oleh kendaraan.
2.   Termoplastic, adalah bahan yang digunakan pada arus lalu lintas yang tinggi, penerapannya dilakukan dengan pemanasan material marka jalan kemudian dihamparkan dijalan dengan menggunakan alat.
3.   Cold-plastic, seperti termoplastik digunakan pada jalan dengan arus yang tinggi, menggunakan resin dan pengeras yang dicampurkan sebelum penghamparan dijalan dengan menggunakan alat khusus untuk itu.





B.    Marka Mekanik

Marka mekanik adalah paku jalan yang biasanya dilengkapi dengan reflektor. Marka jenis ini ditanam/dipaku ke permukaan jalan melengkapi marka non mekanik.

PERSIMPANGAN

Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu , di sini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk mengendalkan konflik ini ditetapkan aturan lalu lintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan pesimpangan.

 

 

Konflik Dipersimpangan

Dipersimpangan konflik yang terjadi dikelompokkan atas:
1.     Berpotongan atau disebut juga crossing, dimana dua arus berpotongan langsung.
2.     Bergabung atau disebut juga merging, dimana dua arus bergabung.
3.     Berpisah atau disebut juga sebagai diverging, dimana dua arus berpisah
4.     Bersilangan atau disebut juga weaving, dimana dua arus saling bersilangan, terjadi pada bundaran lalu lintas.


Bentuk Pengendalian Persimpangan

 

Bentuk pengendalian tergantung kepada besarnya arus lalu lintas, semakin besar arus semakin besar konflik yang terjadi semakin kompleks pengendaliannya atau dijalan bebas hambatan memerlukan penanganan khusus.

 

 

 

 

Persimpangan Sederhana


Bila arus masih rendah dan kecepatan lalu lintas rendah dapat diterapkan, dimanakendaraan yang datang dari kiri mendapat perioritas lebih dulu. Persimpangan seperti ini banyak ditemukan di jalan lingkungan kawasan pemukiman.

 

 

Persimpangan Perioritas

 

Bila suatu persimpangan arus dijalan utama (mayor) bersimpangan dengan jalan kecil (minor) maka kendaraan yang berada di jalan utama mendapat hak terlebih dahulu, untuk menegaskan hal tersebut digunakan rambu lalu lintas 'beri kesempatan' berupa segitiga terbalik yang ditempatkan dijalan minor, untuk lebih mempertegas digunakan rambu 'stop'dimana pengemudi dijalan minor wajib berhenti dan masih dilengkapi marka jalan sebagai pelengkap rambu Beri Kesempatan dan Rambu Stop.